![]() |
pic : justwatch |
“Sometimes, the most sacred moments happen over something as simple as a meal.”
— The Last Supper (2024)
📖 Ayat Alkitab :
"Jadi jikalau Aku, Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." [Yohanes 13:14-15]
Refleksi :
Beberapa minggu lalu, aku nonton The Last Supper—film yang secara visual mungkin sederhana, tapi punya makna yang dalam banget. Film ini nggak sekadar soal makanan atau kebersamaan, tapi lebih dalam lagi: soal pengampunan, penerimaan, dan kehadiran. Dan yang paling mengena buatku adalah betapa Tuhan bisa hadir dalam hal yang paling "biasa"—seperti roti di meja makan.
Salah satu scene yang paling menyentuh adalah ketika tokoh utama akhirnya menyadari bahwa kehadiran itu lebih penting dari penampilan. Bahwa memaafkan itu jauh lebih mengenyangkan daripada makanan terlezat. Bahwa roti yang dibagikan dengan hati yang terbuka bisa mengubah hidup seseorang.
Dan aku pun terdiam. Kapan terakhir kali aku benar-benar “hadir” buat orang lain? Nggak cuma secara fisik, tapi hadir dengan hati—menyimak, menyambut, dan mengasihi?
🍞 Breaking Bread = Breaking Walls
Di zaman ini, banyak dari kita duduk bersama tapi merasa sendiri. Kita berkumpul tapi tak terhubung. Kita berteman di media sosial tapi terputus secara emosional. The Last Supper mengingatkan kita bahwa ketika kita membagikan sesuatu dengan tulus—baik itu waktu, makanan, atau perhatian—dinding di antara hati bisa runtuh.
Tuhan Yesus sendiri menunjukkan itu lewat Perjamuan Terakhir. Di meja itu, Dia tahu siapa yang akan mengkhianati-Nya. Tapi Dia tetap membasuh kaki mereka. Dia tetap membagikan roti kepada mereka. Cinta-Nya tidak bersyarat.
🌱 Aplikasi dalam Hidup Anak Muda
Seringkali kita merasa tidak cukup baik untuk Tuhan. Kita merasa tidak pantas, terlalu banyak dosa, atau terlalu jauh untuk didekati oleh kasih-Nya. Tapi lewat adegan meja terakhir, Yesus seakan berkata:
“Aku tahu siapa kamu, dan tetap Aku mencintaimu. Aku sudah menyiapkan tempat di meja ini untukmu.”
Meja itu adalah simbol dari penerimaan tanpa syarat.
Sebagai anak muda, kita bisa belajar tiga hal dari sini :
1) Jangan menunggu sempurna untuk datang pada Tuhan.
Dia tidak menunggu murid-murid-Nya menjadi suci sebelum Ia mencintai mereka.
2) Belajarlah untuk hadir bagi orang lain, bahkan saat mereka mengecewakan.
Yesus tetap hadir bagi Yudas. Bukan karena Dia tidak tahu, tapi karena kasih-Nya lebih besar dari luka.
3) Hargai momen-momen sederhana.
Seringkali hadirat Tuhan terasa justru dalam obrolan sederhana, makan malam biasa, pelukan hangat, atau kata “aku doain kamu”.
🎧 Lagu yang Menguatkan
“You Prepare A Table” — Maverick City Music
“You prepare a table before me / In the presence of my enemies / It’s Your body and Your blood You shed for me / This is how I fight my battles”
🙏 Doa Hari Ini
“Tuhan, ajarku untuk melihat kasih-Mu di hal-hal sederhana. Ketika aku merasa tak layak, ingatkanku bahwa Engkau tetap menempatkanku di meja-Mu. Bentuk hatiku menjadi hati yang menerima dan melayani, seperti Engkau. Amin.”
0 Comments